Wacana
Penghapusan Nilai Jual Objek Pajak Dan
Pajak Bumi Dan Bangunan
Oleh: WILFIE, 211200005
Kelas : A.sore PPKn IKIP PGRI PONTIANAK
JAKARTA
- Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarulzaman menyatakan dukungan
terhadap wacana Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan
Nasional, Ferry Mursyidan Baldan untuk menghapus Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). "Soal penghapusan itu kalau idenya dalam rangka memberikan
pelayanan untuk rakyat saya kira kebijakan akan terus kami dukung. NJOP selama
ini harus jelas keuntunganya," kata Rambe, usai rapat kerja dengan Menteri
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursidan Baldan
di gedung DPR, Jakarta, Kamis (5/2). Rambe menyebutkan kebijakan yang memberikan banyak manfaat bagi
rakyat bakal didukung DPR. Menurutnya, jika kebijakan tersebut jadi dilakukan,
maka harus ada mekanisme yang harus dibicarakan dengan Komisi II. "Inikan soal tanah
masyarakat, jangan sampai soal pertanahan berlarut-larut. Jika kebijakan ini
bisa menyelesaikan masalah, bila perlu kita dukung penuh untuk menambah
anggaran ini yang penting dan langsung pada masyarakat," katanya.
Sementara
Ferry Mursyidan Baldan mengatakan usulan agar pemerintah mereformulasi NJOP
serta PBB, bertujuan untuk memperkokoh kehadiran negara dalam masalah
pertanahan. "Reformulasi NJOP bertujuan memperjelas tentang pengendalian
negara terhadap harga tanah dan mengurangi potensi spekulasi terhadap harga
tanah dengan menerapkan Zona Nilai Tanah (ZNT) setiap tahun oleh pemerintah
melalui Keputusan Presiden," kata Ferry di DPR. Kebijakan ini menurutnya
sebagai penetapan batas harga tanah agar tidak ada transaksi atau jual beli
tanah di atas harga yang ditetapkan pemerintah. Sedangkan reformulasi PBB,
khususnya yang terkait Pajak Bumi, dia mengusulkan hanya dikenakan satu kali
saja, saat warga negara membeli tanah untuk keperluan rumah tinggal. "Secara
psikologis hal ini akan menumbuhkan dan mempertegas rasa nasionalisme dan
kecintaan pada negara karena yang bersangkutan merasakan tinggal di wilayah
negaranya sendiri. Jadi tujuannya agar masyarakat tidak merasa 'ngontrak' di
tanah yang dibeli dengan keringatnya sendiri," tegasnya.
Pakar hukum agraria, Arie S
Hutagalung, menilai, pemerintah dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) seharusnya mempertimbangkan bahwa PBB dan
BPHTB adalah milik kewenangan pemerintah daerah. Oleh karena itu, Arie tidak
setuju dengan penghapusan PBB dan BPHTB karena dapat membebani daerah yang
masih berkembang. "Pendapatan
daerah itu kan salah satunya lewat PBB dan BPHTB. Bagaimana daerah mau
berkembang kalau pendapatan mereka terus dipotong?" ujar Arie saat
dihubungi Kompas.com di Jakarta, Kamis (05/03/2015).
Pemerintah, lanjut Arie, seharusnya
hanya melakukan pendegradasian PBB dan BPHTB. Dengan begitu, PBB dan BPHTB akan
bisa ditargetkan sesuai sasaran. "Saya mengerti apa yang ditujukan pak Ferry dalam penghapusan PBB
ini. Kalau mau menguntungkan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), saya
sarankan agar PBB tidak dihapus, tapi hanya didegradasikan," tutur Arie.
Degradasi PBB dan BPHTB, kata
Arie, diputuskan setelah peninjauan terhadap subyek yang membayar, dan obyek
tanah atau bangunan kena pajak. Peninjauan terhadap kedua aspek itu menurut
Arie akan lebih proporsional karena akan diketahui apakah obyek kena pajaknya
merupakan obyek pertama, kedua, atau ketiga. Arie menyarankan agar pemerintah
mau belajar dari negara lain mengenai kasus serupa. Menurutnya, banyak negara
lain yang mampu dicontoh dalam menentukan kebijakan PBB dan BPHTB. "Coba pemerintah belajar dari
(negara) luar soal kasus serupa. Banyak contoh yang bisa diambil, seperti
degradasi pajak pertanahan di Tiongkok pada zaman Sun Yat Sen," tandas
arie
http://properti.kompas.com/read/2015/03/06/170000421/Pakar.Hukum.Agraria.Pajak.Bumi.dan.Bangunan.Tak.Perlu.Dihapus.