"TEORI-TEORI ASAL MULA NEGARA (ILMU NEGARA)"



TEORI ASAL MULA NEGARA
            Asal mula terjadinya negara dilihat berdasarkan pendekatan teoretis ada beberapa macam, yaitusebagai berikut:
Ø  Teori Ketuhanan, Menurut teori ini negara terbentuk atas kehendak Tuhan.
Ø  Teori Perjanjian, Teori ini berpendapat, bahwa negara terbentuk karena antara sekelompokmanusia yang tadinya masing-masing hidup sendiri-sendiri, diadakan suatu perjanjian untukmengadakan suatu organisasi yang dapat menyelenggarakan kehidupan bersama.
Ø  Teori Kekuasaan, Kekuasaan adalah ciptaan mereka-mereka yang paling kuat dan berkuasa.
Ø  Teori Kedaulatan, Setelah asal usul negara itu jelas maka orang-orang tertentu didaulat menjadipenguasa (pemerintah). Teori kedaulatan ini meliputi: Teori Kedaulatan Tuhan, Menurut teori ini kekuasaan tertinggi dalam negara itu adalah berasaldari Tuhan. Teori Kedaulatan Hukum, Menurut teori ini bahwa hukum adalah pernyataan penilaian yang terbitdari kesadaran hukum manusia dan bahwa hukum merupakan sumber kedaulatan. Teori Kedaulatan Rakyat, Teori ini berpendapat bahwa rakyatlah yang berdaulat dan mewakilikekuasaannya kepada suatu badan, yaitu pemerintah. Teori Kedaulatan Negara, Teori ini berpendapat bahwa negara merupakan sumber kedaulatandalam negara. Kemudian, teori asal mula terjadinya negara, juga dapat dilihat berdasarkan prosespertumbuhannya yang dibedakan menjadi dua, yaitu terjadinya negara secara primer dan teoriterjadinya negara secara sekunder.

Kapankah timbulnya negara (pemikiran tentang negara dan hukum) ? adanya pemikiran  tentang negara dan hukum tidaklah bersamaan dengan adanya negara, negara adanya mendahului, jadi tegasnya adanya pemikiran tentang negara dan hukum idaklah setua umur dari mula adanya negara. Jauh sebelum adanya pemikiran tentang negara dan hukum, negara telah ada, kita ingat misalnya adanya negara-negara : Babylonia, Mesir dan Assyria. Negara-negara ini adanya sekitar abad ke XVIII sebelum Masehi, dengan sistem pemerintahannya yang sangat absolut.
            Tetapi disamping itu pada zaman bangunnya peradaban manusia ada juga raja-raja yang memerintah dengan baik hati, yaitu dengan memberikan undang-undang yang menjamin hak-hak dari pada warga negaranya. Raja yang berbuat demikian kiranya adalah raja dari Babylonia yang bernama Chammurabi yang memerintah sekitar tahun 1800 SM yang terkenal mempersatukan negaranya yang semula terpecah-belah. Jika diatas dikatakan bahwa adanya pemikiran tentang negara dan hukum itu tidaklah setua dari pada adanya negara itu sendiri, lalu apakah kiranya yang menyebabkan keadaan itu demikian? Keadaan demikian ini dapat dijelaskan bahwa pada jaman purba (kuno) raja-raja itu memerintah dengan sewenang-wenang karena kekuasaannya absolut, orang tidak sempat mempersoalkan tentang negara, mengapa orang-orang yang tertentu itu berkuasa, sedangkan orang-orang lainnya tunduk, apa dasar kekuasaan penguasa itu dan lain sebagainya. Ketidaksempatan itu tegasnya bahwa pada waktu itu orang tidak mempunyai kebebasan untuk mengeluarkan pikiran dan pendapatnya secara bebas.
Jika pemikiran tentang negara dan hukum itu tidak mendahului ataupun bersamaan dengan adanya negara atau pembentukan dan pertumbuhan peradaban, karena merupakan gejala sosial (gejala kemasyarakatan) yang menampakkan diri setelah berabad-abad lamanya setelah negara atau peradaban itu ada, maka pemikiran tentang negara dan hukum itu baru akan kita jumpa ditempat (di negara), dimana sistem ketatanegaraanya memberikan kemungkinan kepada para warganegaranya untuk secara bebas mengeluarkan pikiran dan pendapatnya, secara kritis. Keadaan itu, menurut sejarah kenegaraan, terjadi mula-mula pada bangsa yunani kuno dalam abad ke ke V SM yaitu di Athena. Jadi bangsa yunani kuno-lah yang pertama-tama memulai mengadakan pemikiran tentang negara dan hukum, dan kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat secara kritis dan jujur dimulai pada bangsa Yunani kuno. Kalau demikian apakah kiranya yang menyebabkan adanya keadaan demikian itu ?banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya,yaitu:
1.      Adanya sifat agama yang tidak mengenal ajaran Tuhan yang ditetapkan sebaga kaidah (kanon).
2.      Keadaan geografi negara tersebut yang menjuruskan kepada perdagangan dan perantauan sehingga bangsa Yunani sempat bertemu dan bertukar pikiran dengan bangsa-bangsa lain.
3.      Bentuk negaranya, yaitu Republik-Demokrasi, sehingga rakyat memerintah sedikit dengan tanggung-jawab sendiri.
4.      Kesadaran bangsa Yunani sebagai satu kesatuan.
5.      Semuanya itu (nomor 1 sampai dengan 4) menjadikan orang-orang bangsa Yunani sebagai orang-orang ahli pikir dan bernegara.
            Jadi, dengan demikian berpikir secara filosofis dan kritis sudah dimulai pada jaman Yunani kuno, yaitu di Milite salah satu kota di Yunani. Tetapi pada waktu itu yang berkembang adalah filsafat Barat, dan perhatiannya pada mulanya dtujukan semata-mata kepada kosmos, pada bentuk dan susunan alam semesta. Sedangkan sekarang perhatian itu ditujukan pada masyarakat manusia dan segala sesuatu yang berhubungan dengan itu.  Justru Socrates selalu mencari ukuran-ukuran obyektif tentang baik dan buruk, indah dan jelek, hukum dan tidak hukum dan sebagainya. Ini semua akan dapat diketemukan, oleh karena suksma dan jiwa manusia merupakan bagian dari pada alam semesta.
Jaman Yunani Kuno
            Dengan sekedar uraian diatas sampailah kita pada pembicaraan mengena salah satu pokok pembicaraan kita, yaittu asal mula negara, maksudnya dengan cara bagaimanakah sesuatu yang disebut negara itu terbentuk, atau terjadi. Pemikiran ini telah dimulai juga sejak jaman yunani kuno. Sarjana pertama yang mengarahkan pemikirannya ke arah itu adalah :
1.      Socrates.    Meninggal  pada tahun
            Menurut Socrates negara bukanlah semata-mata merupakan suatu keharusan yang bersifat obyektif, yang asal mulanya berpangkal pada pekerti manusia. Sedangkan tugas negara adalah menciptakan hukum, yang harus dilakukan oleh para pemimpin, atau para penguasa yang dipilih secara saksama oleh rakyat. Disinilah tersimpul pikiran Demokratis dari pada Socrates. Ia selalu menolak dan menentang keras apa yang dianggapnya bertentangan dengan ajarannya yaitu mentaati undang-undang. Socrates meninggal, karena dipaksa (dihukum) minum racun, sebab dianggap merusak alam pikiran dengan kepandaiannya yang telah ada waktu itu, dengan tidak meninggalkan apa-apa, baik tulisan-tulisan yang telah dibukukan ataupun yang masih berupa tulisan tangan.
            Bahwa seorang Socrates hidup terus dalam alam pemikiran tentang negara dan hukum adalah terutama berkat muridnya yang termasyur yaitu plato. Karena plato didalam buku-buku karangannya memberikan tempat utama bagi gurunya yaitu Socrates. Dalam banyak hal buku plato bersifat tanya-jawab, sedangkan jawaban-jawaban itu d utarakan menurut ajaran gurunya, Socrates.
            Maka dengan demikianlah sampalah kita sekarang pada ahli pemikir besar tentang negara dan hukum, yang dihasilkan oleh sejarah kenegaraan dari bangsa Yunani kuno.
            Bentuk negara Yunani kuno masih merupakan suatu polis. Terjadinya itu mula-mula hanya merupakan benteng disebuah bukit, yang makin lama makin diperkuat. Kemudian orang-orang lain yang juga ingin hidup dengan aman, ikut menggabungkan diri, bertempat tinggal di sekeliling benteng itu dapat semakin meluas. Kelompok inilah yang kemudian dinamakan polis. Jadi negara pada waktu itu tidaklah lebih dari pada suatu kota saja. Organisasi yang mengatur hubungan antara orang-orang yang ada di dalam polis itu, tidak hanya mempersoalkan organisasinya saja, tetapi juga tentang kepribadian orang-orang disekitarnya. Maka dalam keadaan yang demikan ini sebetulnya tidak ada kepribadian dari pada orang-orang yang ada di dalam polis itu, karena didalam segala hal selalu dicampuri organisasi yang mengatur polis. Oleh karena itu polis dianggap identik dengan negara (organisasi) yang masih berbentuk polis itu.
            Dengan demikian maka dapatlah kita mengerti sekarang mengapa pada jaman Yunani kuno itu dapat di laksanakan suatu sistem pemerintahan negara yang bersifat demokratis, yaitu:
1.      Negara Yunani pada waktu itu masih kecil, masih merupakan apa yang disebut Polis atau City State, negara Kota.
2.      Persoalan di dalam negara dahulu itu tidaklah seruwet dan berbelit-belit seperti sekarang ini, lagi pula jumlah warga negaranya masih sedikit.
3.      Setiap warganegara (kecuali yang masih bayi, sakit ingatan dan budak-budak belian) adalah negara minded, dan selalu memikirkan tentang penguasa negara , cara memerintah dan sebagainya.
            Kalau diatas telah beberapa kali dikatakan bahwa pada jaman Yunani kuno itu sudah dilaksanakan sistem pemerintahan demokrasi, itu yang dimaksud adalah demokrasi kuno, atau demokrasi langsung, artinya bahwa setiap orang warga negara itu dapat ikut secara langsung memerintah, atau ikut secara langsung menentukan kebijaksanaan pemerintahan negara. Dengan keadaan demikian inilah bangsa Yunani di dalam sejarah pemikiran tentang negara dan hukum menghasilkan ahli-ahli pemikir besarnya.
2. Plato ( 429 SM – 347 SM)Pencetus ajaran idealisme. Menurutnya tujuan Negara adalah mengetahui, mencapai atau mengenalide yang sesungguhnya, sedang yang dapat mengetahui atau mencapai ide adalah ahli filsafat saja.Maka pemerintahan seaiknya dipegang oleh ahli filsafat.
3. Aristoteles (348 SM – 322 SM)Pencetus ajaran realisme. Menurutnya Negara merupakan suatu kesatuan yang tujuannya mencapaikebaikan yang tertinggi.
4. Epicurus (342 SM – 271 SM)Pencetus ajaran individualisme. Menurutnya Negara adalah hasil daipada perbuatan manusia yangdiciptakan untuk menyelenggarakan kepentingan angota – angotanya.

TEORI TUJUAN NEGARA
                                    Pentingnya pembicaraan tentang tujuan negara ini terutama berhubungan dengan bentuk negara, organ-organ negara atau badan-badan negara yang harus diadakan, fungsi dan tugas dari pada organ-organ tersebut, serta hubungannya antara organ yang satu dengan yang lain yang selalu harus disesuaikan dengan tujuan negara.
            Lagi pula dengan mengetahui tujuan negara itu, kita dapat menjawab soal legitimasi kekuasaan, yaitu kekuasaan dari pada organisasi negara, juga dapat mengetahui sifat dari pada organisasi negara. Karena semuanya itu harus sesuai dengan tujuan negara. Padahal tentang tujuan negara ini ada banyak sekali yang di ajukan atau diajarkan oleh para sarjana, terutama oleh para ahli pemikir tentang negara dan hukum. Maka sebagai akibatnya juga terdapat bermacam-macam pendapat tentang soal-soal kenegaraan seperti telah dikemukakan diatas.
            Maka dari itu sekali lagi perhatikanlah ajaran tentang tujuan negara dari pada masing-masing sarjana yang telah di bicarakan di muka pada waktu kita membicarakan ajaran tentang negara dan hukum dari pada sarjana tersebut. Juga perhatian itu tunjukkanlah kepada ajaraan-ajaran dari sarjana-sarjana yang kita bicarakan berikutnya nanti.
            Tetapi disamping itu kita harus ingat bahwa sebenarnya mengenai masalah tujuan negara ini tidak ada seorang sarjana ahli pemikir tentang negara dan hukum pun yang dapat merumuskan dengan tepat dalam satu rumusan, yang meliputi semua unsur. Jadi mereka itu sebenarnya hanya dapat mengadakan suatu penyebutan atau perumusan yang sifatnya samar-samar dan umum.
            Sebab tujuan negara itu dalam banyak hal tergantung pada tempat, keadaan, waktu, serta sifat dari pada kekuasaan penguasa. Karena mungkin apa yang dalam waktu 100 atau 200 tahun yang lalu tidak menjasi tugas negara,  dalam jaman sekarang ini menjadi tugas negara yang amat penting, misalnya soal ekonomi. Dalam beberapa abad yang lalu soal ini tidak menjadi tugas negara. Ingat akan azas ekonomi pada jaman liberal : laissez faire, laissez aller. Tetapi pada waktu sekarang soal ini menjadi tugas negara yang amat penting.
            Juga mengenai soal pendidikan, dulu soal ini menjadi tugas dari masing-masing orang semata-mata. Tetapi sekarang tugas ini adalah menjadi tugas pokok dari pada negara, disamping tugas masing-masing orang itu sendiri.
            Jadi kalau kita melihat contoh-contoh diatas, kita lalu menghadapi kesukaran untuk dapat menegaskan apa yang menjadi tujuan negara, yang dapat berlaku untuk setiap tempat, waktu dan keadaan. Maka dari itu kalau kita akan merumuskan secara samar-samar dan umum, dan yang mungkin dapat meliputi semua unsur dari pada tujuan negara ialah, bahwa tujuan negara itu adalah menyelenggarakan kesejahteraan dan kebahagiaan rakyatnya, atau menyelenggarakan masyarakat adil dan makmur.
            Ada beberapa pendapat mengenai pengertian negara seperti dikemukakan oleh Aristoteles,Agustinus, Machiavelli dan Rousseau. Sifat khusus daripada suatu negara ada tiga, yaitu sebagai berikut:
1.      Memaksa, Sifat memaksa perlu dimiliki oleh suatu negara, supaya peraturan perundang-undangan ditaati sehingga penertiban dalam masyarakat dapat dicapai, serta timbulnya anarkhi bisa dicegah. Sarana yang digunakan untuk itu adalah polisi, tentara. Unsur paksa ini dapat dilihat pada ketentuan tentang pajak, di mana setiap warga negara harus membayar pajak dan bagi yang melanggarnya atau tidak melakukan kewajiban tersebut dapat dikenakan denda atau disita miliknya.
2.      Monopoli, Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama darimasyarakat. Negara berhak melarang suatu aliran kepercayaan atau aliran politik tertentu hidup dandisebarluaskan karena dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat.
3.      Mencakup semua, Semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang tanpa,kecuali untuk mendukung usaha negara dalam mencapai masyarakat yang dicita-citakan. Misalnya,keharusan membayar pajak.Hal yang dimaksud unsur-unsur negara adalah bagian-bagian yang menjadikan negara itu ada. Unsur-unsur negara terdiri dari: Wilayah, yaitu batas wilayah di mana kekuasan itu berlaku.

TEORI FUNGSI NEGARA
Tujuan negara (staatswill) menunjukkan apa yang ideal hendak dicapai oleh negara itu, sedangkan fungsi negara adalah pelaksanaan tujuan ideal itudalam kenyataan konkret. Sementara itu, tugas adalah pelaksanaan lebih lanjut dari fungsi-fungsi. Secara terminologis, tugas dapat disamakan dengan fungsi (function). Jadi, secara umum boleh disifatkan bahwa fungsi itu adalah pelaksanaan lebih lanjut dari tujuan.
Dalam sejarah penataan fungsi-fungsi kenegaraan telah muncul banyak gagasan tentang perlunya pemilihan fungsi-fungsi negara secara tegas maupun tidak tegas. Gagasan yang paling sering jadi acuan dikenal dengan nama Trias Politica yang digagas oleh Montesquieu.
Inti dari Trias Politica ini adalah adanya pemisahan kekuasaan berdasarkan fungsi-fungsi utama negara, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudisial.
Eksekutif berfungsi menjalankan kekuasaan pemerintahan. Legislatif berfungsi membuat ketentuan hukum untuk menjalankan kekuasaan. Judicial power berfungsi mengadili pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang telah di buat. Ajaran tentang pemisahan fungsi kekuasaan secara horizontal ini dinamakan separation of powers, sedangkan pembagian kekuasaan secara vertikal lebih dimaksudkan sebagai federalisme.
Para penyusun UUD 1945 (framers of constitution; UUD sebelum perubahan) tidak menganut doktrin Trias Politica. Para penyusun UUD 1945 memahami bahwa pemerintahan yang demokratis bila di selenggarakan dengan Trias Politica (dalam arti separation of powers) seperti di Amerika Serikat atau dalam arti menggabungkan kekuasaan eksekutif dan legislatif (fusion of powers) seperti di Inggris. Prof. Soepomo dengan tegas menyatakan bahwa kita menganut sistem pemerintahan sendiri, bukan sistem presidensil seperti di Amerika Serikat atau sistem parlementer seperti di Inggris. Menurut Ananda, dengan UUD 1945 sebelum perubahan, kita menganut ‘sistem sendiri’ dimana presiden mempunyai kekuasaan yang besar, baik di bidang eksekutif maupun di bidang legislatif, tetapi harus tunduk kepada MPR. Kebijakan tertinggi digariskan oleh MPR, Lembaga Tertinggi. Artinya, kita menetapkan fungsi-fungsi negara sesuai dengan kebutuhan ketatanegaraan dan budaya politik yang kita anut.
Konklusinya adalah dalam menetapkan fungsi-fungsi dan tugas-tugas, harus mengacu kepada tujuan negara yang termuat dalam konstitusi. Dari tujuan dasar ini kemudian ditetapkan fungsi-fungsi, dari fungsi-fungsi ini dijabarkan kedalam tugas-tugas; dari tugas-tugas inilah kemudian dibentuk organ-organ (lembaga) pelaksanaannya. Dengan demikian, lembaga-lembaga negara dan pemerintahan sehari-hari dapat di-setting sesuai dengan tujuan dasar negara.
Dalam teori organisasi, target utamanya adalah efektif, efisien, dan berkeadilan pelaksanaan satu fungsi atau satu tugas tidak selalu harus di tempatkan pada hanya satu organ kelembagaan saja. Kajian detail tentang tugas-tugas pemerintahan yang mengacu pada satu fungsi tertentu perlu di lakukan agar penataan organisasi lembaga-lembaga negara dapat berjalan dengan pemenuhan tujuan dasar negara secara efisien dan tidak tumpang tindih.
Kalau teori fungsi negara di kaitkan dengan tujuan negara Republik Indonesia maka akan dapat kita peroleh klasifikasi tujuan yang menentukan fungsi-fungsi. Adapun tujuan-tujuan negara itu dapat di klasifikasikan secara mendasar kedalam dua tujuan, yaitu:
1.      Tujuan duniawi
2.      Tujuan ukhrowi
Untuk tujuan ukhrowi (keakhiratan eskatologis), tujuan hakiki negara Republik Indonesia adalah mencapai ketuhanan (lihat penjelasan selengkapnya pada teori tujuan negara). Relevansinya adalah bahwa negara harus membuat fungsi khusus dan jabaran tugas-tugas untuk merealisasi tujuan negara ‘mencapai ketuhanan’ ini. Fungsi ini kiranya belum di konkretkan sejajar dengan fungsi-fungsi umum yang ada dalam sejarah kelembagaan negara di eropa barat. Disamping fungsi eksekutif, legislatif, dan judicial, semestinya ada semacam lembaga yang berfungsi mengingatkan adanya tujuan eskatologis yang abadi bagi “kehidupan sesungguhnya” umat manusia. Lembaga ini berfungsi semacam lembaga fatwa yang dapat mengintroduksi kehidupan warga negara dalam nilai-nilai ketuhanan yang mereka anut.
yang dimaksud fungsi negara adalah tugas daripada organisasi negara untuk di mana negara itu diadakan. Mengenai fungsi negara ini ada bermacam-macam pendapat, seperti Montesquieu, VanVallenhoven, dan Goodnow. Negara terlepas dari ideologinya itu menyelenggarakan beberapa minimum fungsi yang mutlak perlu, yaitu sebagai berikut:
1.      Melaksanakan penertiban Negara dalam mencapai tujuan bersama dan untuk mencegah bentrokan-bentrokan dalammasyarakat harus melaksanakan penertiban. Jadi, dalam hal ini negara bertindak sebagai stabilitator.
2.      Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.Setiap negara selalu berusaha untuk mempertinggi kehidupan rakyatnya dan mengusahakan supaya kemakmuran dapat dinikmati oleh masyarakatnya secara adil dan merata.
3.      Pertahanan-pertahanan negara merupakan soal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu negara.Untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar diperlukan pertahanan maka dari itu negara perludilengkapi dengan alat-alat pertahanan.
4.      Menegakkan keadilan Keadilan bukanlah suatu status melainkan merupakan suatu proses. Keadilan dilaksanakan melalui badan-badan pengadilan.
Untuk kasus Indonesia, atas dasar tujuan hakiki yang ada, maka dirumuskan fungsi-fungsi kenegaraan sebagai berikut :
1.      Fungsi eksekutif dijalankan oleh lembaga Kepresidenan.
2.      Fungsi legislatif dijalankan oleh MPR yang terdiri dari lembaga DPR, dan lembaga DPD.
3.      Fungsi judicial (yudikatif) dijalankan oleh Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung, serta Komisi Yudisial yang berupa menjaga keluhuran martabat dan perilaku hakim dalam menegakkan keadilan.
4.      Fungsi Eksaminatif untuk keuangan negara dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
5.      Fungsi pemeliharaan stabilitas moneter di jalankan oleh Bank Sentral independen (dalam hal ini Bank Indonesia).
6.      Fungsi kekuatan pertahanan negara di jalankan oleh Tentara Nasional Indonesia.
7.      Fingsi kekuatan keamanan negara di jalankan oleh Kepolisian Republik Indonesia.
8.      Fungsi penuntutan publik di jalankan oleh Kejaksaan Agung.
9.      Fungsi penegakan dan pengkajian hak asasi manusia di laksanakan oleh komisi nasional hak asasi manusia (komnas HAM).
10.  Fungsi pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi nasional dalam penyelesaian kejahatan HAM berat dimasa lalu dilakukan oleh KKR (komisi kebenaran dan rekonsiliasi)
11.  Fungsi penyelenggaraan pemilihan umum nasional dilakukan oleh komisi pemilihan umum
12.  Fungsi-fungsi lain yang merupakan turunan dari fungsi eksekutif dan legislatif yang tidak disebutkan langsung oleh konstitusi.
Demikianlah fungsi-fungsi dan lembaga-lembaga yang ada dalam konstitusi negara RI. Fungsi-fungsi kelembagaan lainnya (no.12) yang tidak disebutkan oleh konstitusi demikian banyaknya tidak dibahas secara detail disini. Fungsi penjagaan pertahanan pangan yang dijalankan (badan urusan logistik) disini juga merupakan fungsi yang penting, demikian pula dengan keberadaan BUMN-BUMN yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak juga merupakan pelaksanaan fungsi “demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” (fungsi ekonomi dan kesejahteraan sosial).




" HUBUNGAN CIVICS DENGAN ILMU POLITIK DAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (CIVIC EDUCATION) "

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Dewasa ini sering kita dengar baik dimedia elektronik dan media cetak yang semuanya membahas masalah politik,masalah politik itu tidak habisnya untuk dibahas hampir tiap hari selalu muncul masalah politik yang baru. Banyak orang berasumsi bahwa politik itu berkaitan dengan kekuasaan dan partai politik yang bertarung di pemilihan umum. Pada tahun 2014 nanti kita bangsa Indonesia akan merayakan pesta demokrasi politik dengan memberikan hak pilih kita dalam PEMILU Presiden dan DPR. Sebenarnya politik itu tidak terbatas dengan masalah diatas saja, politik itu membahas berbagai aspek antara lain tentang Negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, pembagian dan alokasi.
Selain itu, politik atau ilmu politik mempunyai hubungan erat dengan ilmu kewarganegaraan (civics). Hubungan tersebut dapat ditelaah dari kedudukan civicx sebagai cabang dari ilmu politk. Sebagaimana definisi civics yang dikemukakan oleh Carter Van Good, “the element of political science or that branch of political science dealing with right and duties of citizen”. Selain hubungannya dengan ilmu politik civics juga memiliki hubungan erat dengan civic education, hal ini dilatari dengan kelahiran civic  education oleh pelajaran civics, melaikan karena alasan civic education sebagai praktek dari kajian-kajian civics. Dengan kata lain civics bersifat teoritis dan pendidikan kewarganegaraan bersifat praktis.
Untuk lebih mengetahui bagaimana hubungan civics dengan ilmu politik dan pendidikan kewargnegaraan, akan kami bahas di dalam bab seterusnya.
B.     Penulisan masalah
1.      Definisi politik dan ilmu politik
2.      Partisipasi dan pendidikan politik
3.      Hubungan civics dengan pendidikan kewarganegaraan
C.     Tujuan penulisan masalah
Tujuan dari penulisan masalah ini tidak lain adalah agar mahasiswa dapat :
1.      Memahami dan mengerti tentang definisi politik dan ilmu politik
2.      Mengerti dan paham apa yang dimaksud dengan partispasi politk dan pendidikan politik, serta dapat mengetahui bagaimana partisipasi politik dan pendidikan politik
3.      Mengetahui hubungan civics dengan pendidikan kewarganegaraan










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi politik dan ilmu politik
Secara etimologis kata politik  berasal dari bahasa yunani polis yang dapat berarti kota atau Negara kota. Dari kata polis ini kemudian diturunkan kata-kata lain seperti “polites” (warganegara) dan “politikos” nama sifat yang berarti kewarganegaraan (civic). Dan “politike techne” untuk kemahiran politik serta “politke episteme” untuk ilmu politik. Kemudian orang romawi mengambil oper perkataaan yunani itu menamakan pengetahuan tentang Negara (pemerintah) “ars politca” artinya kemahiran (kunst) tentang masalah-masalah kenegaraan. Orang yang pertama kali menggunakan istilah “ilmu politik” (science politique) ialah jean bodin dalam chef d’oeuvre-nya” les six livres de la republique”. Diterbitkan dalam tahun 1576. Kemudian tahun 1606 thomas fizherbert dan Jeremy betham, serta anarchis willian godwin mempergunakan ilmu politik di mulailah keanekawarnaan dalam ilmu politik itu. Keanekawarnaanitu dapat dilihat degan jelas dalam bahasa inggris. Selain itu “political science” yang lazim diterjemaahkan dengan istilah “ilmu politik”, adapula sebutan-sebutan seperti “the science of politics”atau politics saja.
Berdasarkan pengertian diatas ilmu politik dapat diartikan sebagai ilmu Negara yang didalamnya dibahas atau dikaji tentang hubungan sesame individu warga Negara yang diatur oleh hukum, hubungan antara individu dengan kelompok, dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara.
Sedangkan lipman mengemukakan pengertian ilmu politik adalah ilmu negara yang didalamnya bertalian dengan (a) hubungan antar individu dengan individusatu sama lain yang diatur oleh Negara dengan undang-undang,(b) hubungan antar individu dengan kelompok orang dengan Negara.
Selanjutnya menurut Miriam budiardjo (1998;8) menjelaskan bahwa politik (politics)merupakan berbagai kegiatan dalam suatu system politik atau Negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari system itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan (decision making) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari system politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternative dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilh tersebut.
Roger F. sultau dalam bukunya introduction to politics menjelakan bahwa ilmu politik mempelajari Negara, tujuan Negara, dan lembaga-lembaga yang melaksanakan tujuan-tujuan itu;hubungan antar Negara dengan warga negaranya serta dengan Negara-negara lain.
Sedangkan menurut pandangan J.barents poltik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan Negara yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, ilmu politik mempelajari Negara-negara itu melakukan tugas-tugasnya.
Menurut Harold laswel dan Kaplan mengemukakan ilmu politik sangat singkat yaitu ilmu yang mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan.
Apabila kita melihat dan memahami berbagai pengertian ilmu politik diatas sebagaimana yang dikemukakan, menekankan pada aspek yang berbeda. Keragaman itu sangat wajar mengingat aspek-aspek tujuannya sangat berbeda menurut masing-masing ahli. Oleh karena itu penting kiranya kita menelusuri aspek-aspek kajian dari ilmu politik itu yang meliputi : (a) Negara (state),(b) kekuasaan (power),(c) pengambilan keputusan (decision making), (d) kebijaksanaan (policy),(e) pembagian dan alokasi ( distribution and allocation).
Jean blendel mengemukakan hal-hal yang dibahas dalam kajian ilmu politik modern adalah:
·         Type of regimes,dan masalah yang timbul dalam pemerintahan. Setiap yang berkuasa melahirkan masalah politik, dimana permasalahan tersebut pada setiap Negara-negara yang berbeda sesuai dengan tipe pemrintahannya, demokrasi atau autokrasi, monakhi atau oligarki.
·         Participation, hal ini berkaitan dengan bagaimana warganegara ikut serta dalam kebijaksanaan. Dalam konteks ini pendidikan poltik sangat terkait erat untuk membina warga Negara yang partispatif itu
·         The concept of pluralism. Hal ini lebih menekankan pada keanekaragaman. Dalam konteks ini politik lahir untuk menjembatani kenakeragaman tersebut.
·         Decision making. Dalam berhubungan dengan Negara, setiap warga Negara akan dihadapkan pada permasalahan. Dalam mengahadapi permasalahan tersebut, setiap warga Negara dituntut untuk mampu mengambil keputusan dan pilihan yang tepat.
Untuk lebih melengkapi kajian ilmu politik berikut dikemukakan bidang-bidang kajian dalam ilmu politk, yaitu:
1.      Teori politik (a).teori politik, (b). sejarah perkembangan ilmu-ilmu politik
2.      Lembaga-lembaga politik: (a). Undang-undang dasar, (b) pemerintahan nasional (c) pemerintah daerah dan local, (d) fungsi ekonomi sosial dari pemerintah,( e) perbandingan lembaga-lembaga politik
3.      Partai-partai politik, golongan-golongan dan pendapat umum : (a) partai politik, (b) golongan-golongan fa  asosiasi-asosiasi, (c) partispasi warga dalam pemerintahan dan administrasi, (d) pendapat umum
4.      Hubungan internasional: (a) politik internasional (b) organisasi-organisasidan administrasi internasional, (c) hokum internasional,
Setelag menguraikan definisi politik diatas dan ilmu politik sampailah kepada pokok permsalahan yakni dimana letak hubungan civics dengan ilmu politik tersebut.
Patut dicamkan bahwa hubungan hubungan civics dengan ilmu politik tidak semata-mata berkaitan dengan asal-usul istilah civic yang berhubungan erat dengan politik. Namun lebih jauh dari itu, hubungan civics dengan ilmu politik dapat ditelaah atau dikaji dari sisi substansi atau pokok dari civics tiu sendiri. Dalam hal ini, patut dingat kembali pengertian civics sebagaimana yang dikemukakan olehh checter van good yakni“ elemen atau bagian bagian  atau cabang dari ilmu politk yang membahas tentang hak dan kewajiban sebagai warga Negara.
Bagian dari ilmu politik itu yang berkaitan dengan civics bekenaan dengan demokrasi politik, yang didalamnya menyangkut hal-hal yaitu (a). konteks ide demokrasi, (b) konstitusi Negara, (c) input system politik, (d) partai politik, (e) pemilihan umum,(f) partai politik dan pengambilan keputusan (g) presiden sebagai kepala Negara,(h) lembaga yudikatif (i) output dari system demokrasi politik, (j) kesejahteraan umum dan pertahanan Negara, (k) perubahan sosial dan demokrasi politik.
Dilihat dari sisi tujuan civics atau ilmu kewarganegaraan, dimana civics bertujuan untuk membentuk warga Negara yang baik (to be good citizenship). Civics sebagai bagian dari disiplin ilmu politik memiliki persyaratan-persyaratan ilmu, walaupun belum sampai pada teori-teori sebab civics membahas tentang hubungan manusia dengan manusia dan juga masalah- masalah individu. Dalam kaitannya civics sebagai ilmu, perlu diketahui bahwa setiap jenis pengetahuan memiliki ciri-ciri spesifik mengenai apa (ontology),bagaimana (epistemology) dan untuk apa (aksiologi). Ketiga tersebut merupakan satu kesatuan dan saling berkaitan serta saling ketergantungan. Jadi, ilmu merupakan alat yang digunakan manusia untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kehidupannya. Civics menyelidiki manusia. Kita tentu sadar bahwa manusia adalah mahluk yang memiliki perasaan, emosi, akal, citra rasa, kemauan yang berbeda-beda. Hal inilah yang menyebabkan kesulitan mengadakan pengukuran terhadap perbuatan-perbuatan manusia terutama adanya factor-faktor rasional dan irrasional.
Selanjutnya kembali kepada tujuan pembelajaran civics yakni pembentukan warganegara yang baik. Warga Negara yang baik tersebut  salah satunya harus berpartisipasi dalam khidupan masyarakat dan negaranya. Untuk membentuk warganegara partisipatif yakni warga Negara yang mampu melibatkan diri dalam konteks pembangunan masyarakat, bangsa dan Negara, maka pendidikan politik (political education) bagi setiap warga Negara merupakan syarat harus dipenuhi atau dilaksanakan dengan baik.


B.     Partisipasi dan pendidikan politik
Lazimnya partisipasi diartikan sebagai keterlibatan dan keikutusertaan dalam suatu kegiatan tertentu. Dalam konteks ini. Partisipasi diartikan sebagai kegiatan warga Negara untuk turut serta atau mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan atau proses-proses politik. Hal ini sesuai dengan pandangan Huntington tentang pengertian partisipasi politik yakni kegiatan warga Negara preman (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Peran serta warga Negara dalam Negara, istilah lainya partisipasi politik, karena yang menjadi sasaranya adalah Negara/pemerintah. Banyak sekali definisi partisipasi politik tetapi jika di analisis, maka unsur-unsur partisipasi politik meliputi:
1.      Pemeran : individu atau kelompok masyarakat
2.      Bersifat sukarela: artinya berdasarkan kesadaran dari pemeran, bukan karena paksaan/ penentu keputusan berasal dari luar dirinya. Yang terakhir lebih dikenal dengan mobilisasi politik
3.      Sasaran adalah penguasa/ pemerintah
4.      Cara-cara yang ditempuh, dapat:
a.          Legal/illegal
b.         Terorganisir atau spontan
c.          Mantap atau sporadic
d.         Secara damai atau dengan kekerasa
e.          Efektif atau tidak efektif

Myron weiner, seperti dijelaskan mas’oed dan mac Andrew (2000) mengemukakan bahwa sedikitnya ada lima hal yang menyebabkan timbulnya gerakan kearah partisapasi yang lebih luas dalam proses politik yakni; proses modernisasi, perubahan-perubahan struktur kelas sosial, pengaruh kaum intelektual dan komunikasi masa modern, konflik diantara kelompok-kelompok pemimpin politik, keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial.
Tipe partisipasi rakyat dalam politik, terutama ole rakyat pedesaan, dalam pembangunan sebenarnya menyangkut dua tipe yang pada prinsipnya berbeda (koenjaningrat,1987;79) yaitu
1.      Partisipasi dalam aktivitas-aktivitas bersama dalam proyek-proyek pembangunan yang khusus.
Maksudnya rakyat pedesaan diajak, dipersuasi, diperintahkan atau dipaksa oleh wakil-wakil dari departemen / pamong desa untuk menyumbangkan harta dan tenaga dalam berbagai proyek pembangunan khususnya yang bersifat fisik
2.      Partisipasi sebagai individu diluar aktivita-aktivitas bersama dalam pembangunan
Maksudnya partisipasi rakyat lebih bersifat sukarela dan tidak bersifat fisik contohnya partisipasi dalam BIMAS, menjadi akseptor KB, menabung uang di TABANAS dan sebagainnya.


Dalam suatu Negara yang demokratis, partisipasi warga Negara merupakan syarat pokok atau utama yang mesti dilakukan oleh setiap warga negaranya dalam prsoses politik. Mewujudkan kehidupan masyarakat yang demokratis dengan sendirinya akan mengalami hambatan manakala warga negaranya tidak partisipatif dalam proses dan kegiatan pengambilan keputusan negaranya. Namun sebaliknya, jika warga Negara mampu melibatkan dirinya atau ikut serta dalam proses pengambilan keputusan politik, maka akan mendorong terwujudnya kehidupan masyarakat yang demokratis.
Mengenai bentuk-bentuk partisipasi dikemukakan oleh mas’oed dan mac Andrew (2000) sebagai mana yang dikutip oleh sapriya (2004;185), secara garis besar dibagi menjadi dua bentuk yaitu Partisipasi yang konvensional dan bentuk partisipasi yang non konvensional
Partisipasi konvensional
Partisipasi non konvensional
·         Pemberian suara (voting)
·         Diskusi politik
·         Kegiatan kampanye
·         Membentuk dan bergabung dengan kelompok-kelom kepentingan
·         Komunikasi individual denganpejabat politik dan administrative

·         Pengajuan petisi
·         Berdemonstarasi
·         Konfrontasi
·         Mogok
·         Tindak kekerasan politik terhadap harta benda seperti penjarahan, perusakan, pengeboman, pembakaran
·         Tindak kekerasan politik terharap manusia; penculikan dan pembunuhan
·         Perang gerilya dan revolusi

Partisipasi yang dilakukan warga Negara mesti dilandasi dengan kesadaran politik sebagai warga Negara. Dan untuk menumbuhkan kesadaran politik tersebut maka pendidikan politik memiliki kedudukan yang sangat penting. Pendidikan politik merupakan salam satu konsep dalam ilmu politik yang berkenaan dengan bagaimana usaha dan upaya yang dilakukan agar warga Negara mengerti dan memahami politik.
Berikut dijelaskan pengertian dari pendidikan politik menurut para ahli:
Alfian(1986) menjelaskan makna pendidikan politik sebagai usaha sadar untuk mengubah sosialisasi poltik masyarakat sehingga mereka memahami dan menghayati baru betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu system politik yang ideal yang hendak dibangun. Berdasarkan pengertian ini pendidikan politik diarahkan agar masyarakat memahami dan menghayati nilai-nilai dalam system politik yang diterapkan/berlaku.
Sudiarto dwijandono (1983) mengemukakan bahwa pendidikan politik merupakan suatu proses penyampaian budaya politik bangsa, mencakup cita-cita politik, maupun nilai-nilai pancasila, sangat penting bagi seluruh rakyat, bagi seluruh warga.
Pendidikan politik berfungsi untuk memberikan isi dan arah serta pengertian kepada proses penghayatan nilai-nilai yang sedang berlangsung. Hal ini berarti bahwa pendidikan politik menekankan kepada upaya pemahaman tentang nilai-nilai dan norma-norma yang membina dan mengembangkan diri guna ikut serta dalam kehidupan pembangunan bangsa dan Negara (endang sumantri;2003)
Berdasarkan pengertian pendidikan politik sebagaimana yang diungkapkan diatas, dapat ditegaskan bahwa pendidikan politik adalah proses penurunan atau pewarisan nilai-nilai dan norma-norma dari ideology suatu Negara yang dilakukan dengan sadar, terorganisir, terencana, dan berlangsung secara berkelanjutan dari suatu generasi kepada generasi berikutnya dalam rangka membangun watak bangsa (nation character building)
Dalam kontek Negara kita, Indonesia, yang berdasarkan pancasila, maka pendidikan politik diarahkan agar warga Negara memiliki pengetahuan serta pemahaman terhadap nilai-nilai dan norma-norma dasar ideology nasional yakni pancasila, sehingga mampu dilaksanakan  dalam kehidupan nyata sehari-hari secara nalar dan bertanggung jawab. Adapun tujuan dari pendidikan politik meliputi:
·         Sadar akan hak dan kewajiban serta tanggung jawab terhadap kepentingan bangsa dan Negara yang diwujudkan melalui keteladanan
·         Memiliki ketaatan terhadap hokum dan konstitusi yang dilandsi dengan penuh kesadaran
·         Memiliki disiplin pribadi, sosial, dan nasional
·         Memiliki visi atau pandangan kedepan serta tekad perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan maju, yang didasarkan kepada kemampuan objektif bangsa.
·         Mendukung system kehidupan nasional yang demokratis secara sadar
·         Aktif dan kreatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
·         Aaktif menggalang persatuan dan kesatuan bangsa dengan kesadaran akan keanekaragaman bangsa.
·         Sadar akan pemeliharaan lingkungan hidup dan alam secara selaras, serasi, dan seimbang.
·         Mampu melaksanakan penilaian terhadap gagasan, nilai, serta ancaman yang bersumber dari luar pancasila dan UUD1945 atas dasar pola pikiran atau penalaran.
Pendidikan politik sangat penting untuk membangun kesadaran warganegara untuk memiliki kemampuan berpartisipasi dalam pembangunan masyarakatdan bangsanya. Pendidikan politik yang dilaksanakan dengan baik, terencana,terprogram, terarah, terkendali,terkoordinasi,akan berkontribusi positif bangsa pengembangan kesadaran politik atau melek politik (political literacy) mengapa demikian? Sebab hakekat pendidikan  politik adalah meningkatkan kesadara rakyat atau warga negaraakan hak dan tanggung jawabnya sebagai warga Negara.

C.     Hubungan civics dengan pendidikan kewarganegaraan
Civics dan civic education atau pendidika kewarganegaraan mempunyai hubungan yang sangat erat dan tak dapat dipisahkan. Untuk memahami bagaimana penting untuk diketahui perbedaan dan persamaan dari keduanya. Memposisikan keduanya dengan benar dan tidak keliru. Jika keduanya dianalisis persamaannya terletak pada tujuan yang hendak dicapai melalui keduanya yaitu untuk membentuk warga Negara yang baik. Sedangkan perbedaannya dapat diidentifikasi menyangkut hal yaitu civics atau ilmu kewarganegaraan merupakan ilmu, karenanya lebih besifat teoritis. Pada sisi lain civic education atau pendidikan kewarganegaraan lebih menekankan kepada praktek. Perbedaan lain bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan perluasaan dari ilmu kewarganegaraan . sebagai mana yang di kemukakan oleh ahmad sanusi (1972) bahwa dengan perubahan civics menjadi civic education berarti civics telah memilih orientasinya pada fungsi pendidikan dalam arti usaha-usaha dan proses pembinaan warga Negara, civics bertugas mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana adanya kontunum variable para warga Negara menurut kontinum konstitusi, sedangkan civic education bertugas meluruskan, memperluas, mengembangkan dan membina kontinumvariable tersebut pada kualitas dan taraf yang lebih tinggi menunjukan alternative jalan dan usaha kearah konstitusi.
Selanjutnya mengenai perbedaan dan persamaan antara ilmu kewarganegaraan dengan pendidikan kewarganegaraan secara lebih rinci diketengahkan oleh nu’man sumantri (2001)sebagaimana divisualisasikan dalam matrik dibawah ini:
Ilmu kewarganegaraan (IKN)
Pendidikan kewarganegaraaan (PKN)
·         IKN merupakan sub disiplin ilmu politik yang diorganisir secara ilmiah untuk memperkaya disiplin ilmu politik “body of knowledge” ilmu politik
·         Tingkat kesukaran IKN adalah tingkat kesukaran ilmu universitas.
·         Tingkat kesukaran pengetahuan IKN dimulai dari fakta, konsep, generalisasi, teori/hokum
·         IKN dikembangkan lewat proses bertanya, berhipotesis, pengumpulan data (observasi), analisis data, menyimpulkan, generalisasi, teori dan hokum
·         IKN tidak ada hubungan langsung dengan tingkat pendidikan dasar dan menengah
·         Generalisasi IKN mempunyai status “high qualified statement” dan “powerfull theories”
·         Sebagian besar ide fundamental IKN dapat di gunakan untuk menyusun bahan PKN
·         PKN merupakan bagian atau salah satu tujuan pendidikan ilmu pengetahuan sosial (social scence education) yang bahan-bahan pendidikannya diorganisir secara terpadu dari berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora, dokumen Negara, dengan tekanan bahan pendidikan pada hubungan warga Negara yang berkenaan dengan bela Negara.
·         PKN adalah seleksi adaptasi dai berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, humaniora, pancasila, UUD 1945 dan dokumen Negara lainya yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan
·         PKN dikembangkan secara ilmiah dan psikologis
·         PKN menitikberatkan pada kemampuan dan keterampilan berfikir aktif warga Negara generasi muda dalam menginternalisasikan nilai-nilai warga Negara yang baik, dalam suasana demokratis dalam berbagai masalah kemasyarakatan (civic affairs)
·         Dalam kepustakaan asing, PKN sering disebut sebagai civic education yang salah satu batasannya adala “ seluruh kegiatan sekolah, rumah, dan masyarakat yang dapat menumbuhkan demokrasi.

Perlu diungkapkan kembali bahwa sebelumnya civics sekedar membahas tentang government atau aspek-aspek pemerintahan saja. Dengan kajian sempit itu, maka sangat mmungkinkan pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh siswa melalui civics tersebut kurang fungsional untuk kehidupannya. Hal ini justru menjadi alasan yang fundamental timbulnya gerakan pendidikan kewarganegaraan yang (civic eduction movement) yang dipelopori howard Wilson pada tahun 1901. Tak lama berselang, muncul pula gerakan community covics pada tahun1907 yang dipelopori W.A.Dunn.
Menurut Nu’man soemantri (2001) timbulnya gerakan civic education dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Pelajar-pelajar yang harus mesti terlibat dengan pelajaran
2.      Kegiatan dasar manusia (basic human activities) melandasi bahan pelajaran
3.      Bahan pelajaran civics harus di korelasikan, atau di integrasikan dengan bahan-bahan ilmu sosial, sains, teknologi, etika, agama,agar bahan civcs itu fungsional
4.      Bahan pelajaran civic education harus menumbuhkan berfikir kritis, analitis, kreatif,agar para pelajar dapat melatih diri dalam berfikir, bersikap, dan berbuat yang sesuai dengan perilaku demokratis
Dengan kata lain, para pelajar  akan dilatih dalam menilai berbagai macam masalah sosial, ekonomi, poltitik secara cerdas dan penuh tanggung jawab, agar propaganda serta agitasi politik yang tidak bernilai dapat dihindarkan.
Apakah pendidikan kewarganegaraan itu ?untuk menjawab pertanyaan ini kiranya perlu dikemukakan terlebih dahulu pengertian pendidikan kewarganegaraan (civic education) menurut para ahli atau pakar yang berkompeten diantaranya adalah:
John Mahoney, dikutip suirakusumah (1992) mengemukakan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah :
      “civic education includes and involves those teachings that type of teaching method, those student activities,thise administratives and supervisory producer which the scholl may utilize purposively to make for better living together in the democratic way or (synonymously) to develop better civic behavior”
Menurut definisi tersebut pendidikan kewarganegaraan mencakup berbagai kegiatan sekolah seperti metode mengajar, kegiatan siswa, masalah administrative, dan prosedur pengawasan yang sesuai dengan tujuan sekolah yaitu membina kehidupan bersama yang lebih dengan cara demokratis atau sinonim dengan mengembangkan perilaku warga Negara yang baik.
Dalam buku encyclopedia of educational research dikemukakan bahwa pendidikan kewarganegaraan dapat ditelaah dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit pendidikan kewarganegaraan membahas tentang hak dan kewajiban. Sedangkan dalam arti luas pendidikan kewarganegaraan membahas tentang masalah moral, etika, sosial, serta berbagai aspek kehidupan ekonomi.

Ahli lain yang bernama jack allen merumuskan pengertian pendidikan kewarganegaraan sebagai berikut “civic education, properly ddefined,as the product of entire program of the school, certainly not simply of the social studies program, and assuredly not merely of a course in civics. But civics has an important function to perform. Ia confront the adolescent for the first time in his experience with a complete view of citizenship function as right and responsibilities in a democratic context.”
Menurut definisi diatas pendidikan kewarganegaraan mengembangkan keseluruhan program sekolah, dimana berbagai pengalaman, minat serta kepentingan - epentingan pribadi, masyarakat,dan Negara diwujudkan dalam kualitas pribadi seseorang.
Bahkan bahan-bahan dari civic education meliputi pengaruh positif dari pendidikan di rumah, pendidikan di sekolah, dan diluar sekolah. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam penyusunan bahan pelajaran civic education agar tujuan pelajaran ini dapat dicapai dengan baik, yakni siswa dapat memahami, mengapresiasi cita-cita nasional dan dapat mengambil keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan secara moral.
Nu’man soemantri (2001) mengartikan pendidikan kewarganegaraan adalah seleksi, adaptasi, dari lintas disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu kewarganegaraan, humaniora, teknologi, agama, kegiatan dasar manusia (basic human activities) yang diorganisir dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuan pendidikan ilmu pengetahuan sosial dan tujuan pendidikan nasional. Selanjutnya dikemukakan tujuan pendidikan kewarganegaran menurut NCSS (national council for the social studies) adalah :
1.      Pengetahuan dan keterampilan guna membantu memecahkan masalah dewasa ini.
2.      Kesadaran terhadap pengaruh sains dan teknologi pada peradaban serta manfaatnya untuk memperbaiki nilai kehidupan.
3.      Kesiapan guna kehidupan ekonomi yang efektif
4.      Kemampuan untuk menyusun berbagai pertimbangan terhadap nilai-nilai untuk kehidupan yang efektif dalam dunia yang selalu mengalami perubahan.
5.      Menyadari bahwa kita hidup dalam dunia yang terus berkembangyang membutuhkan kesedian untuk menerima fakta baru, gagasan baru, serta tata cara hidup yang baru.
6.      Peran serta dalam proses pembuatan keputusan melalui pernyataan pendapat kepada wakil-wakil rakyat, para pakar, dan spesialis.
7.      Keyakinan terhadap kebebasan individu sera persamaan hak bagi setiap orang yang dijamin oleh konstitusi.
8.      Kebanggaan terhadap prestasi bangsa, pengahargaan, penghargaan terhadap sumbangan yang diberikan bangsa lain serta dukungan untuk perdamaian dan kerjasama.
9.      Menggunakan seni yang kreatif untuk mensensitifkan dirinya sendiri terhadap pengalaman manusia yang universal serta pada keunikan individu.
10.  Mengasihani serta peka terhadap kebutuhan, perasaan, dan cita-cita umat manusia lainnya.
11.  Pengembangan prinsip-prinsip demokrasi serta pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Baik civics atau IKN maupun PKN bertujuan untuk membentuk warga Negara yang baik, warga Negara yang kreatif, warga Negara yang kritis dan warga Negara partisipatif. Warga Negara yang bertanggung jawab (civic responsibilities) mengandung arti bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri,terhadap Tuhannya, terhadap manusia lain, terhadap llingkungan alam, serta masyarakat dan bangsa dan negaranya. Warga Negara yang cerdas (civic intelligence) dalam arti cerdas secara moral, cerdas secara spiritual, dan cerdas emosional. Warga Negara yang kritis adalah warga Negara yang memiliki kepekaan tinggi terhadap berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat dan negaranya, serta kemauan kuat dalam memberikan alternative pemecahan masalah tersebut. Kemudian warga Negara yang partisipatif yakni warga Negara yang penuh kesadaran yang tinggi untuk melibatkan diri atau ikut serta dalam proses pengambilan keputusan, mengingat membuat  keputusan merupakan salah satu kompetensi atau kemampuan dasar warga Negara. Adapun kemampuan dasar lainya adalah memperoleh informasi serta menggunakan informasi, ketertiban, berkomunikasi, kerjasama,dan melakukan berbagai macam kepentingan secara benar.
            Ada pertanyaan singkat namun padat makna yang dikemukakan oleh pakar civic education dari AS yakni margareth branson, yakni civic education in a democracy is education in self government. Pemerintahan sendiri yang demokratis dimaksudkan dalam pernyataan tersebut mensyaratkan adanyaa keterlibatan warga Negara secara aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan secara otonom. Selanjutnya Bronson menyarankan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan harus menfandung tiga komponen penting yaitu pengatahuan kewarganegaraan(civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skill), dan watak kewarganegaraan (civic disposition)
            Pengetahuan kewarganegaraan berkenaan dengan subsatnsi atau informasi yang harus diketahui oleh warga Negara, seperti pengetahuan tentang system politik, pemerintahan, konstitusi, undang-undang, hak dan kewajiban sebagai warga Negara, dan sebagainya.
            Keeterampilan kewarganegaraan berkaitan dengan kemampuan atau kecakapan intelektual, sosial, dan psikomotorik. Keterampilan intelektual yang penting bagi terbentuknya warga Negara yang berwawasan luas, efektif, dan bertanggung jawab, antara lain keterampilan berfikir yang kritis meliputi keterampilan mengidentifikasi dan mendeskrisikan; menjelaskan dan menganalisa; mengevaluasi menentukan dan mempertahankan sikap atau pendapat berkenaan dengan persoalan-persoalan public.
            Sedangkan watak dan kepribadian kewarganegaraan berkaitan dengan sifat-sifat poko karakter pribadi maupu  krakter public warga negarayang mendukung terpeliharanya demokrasi konstitusional. Siffat karakter pribadi warga Negara antara lain tanggung jawab moral, displin diri, dan hormat terhadap martabat setiap manusia. Sedangkan sifat karakter public warga Negara antara lain ; kepedulian sebagai warga Negara, kesopanan, hormat terhadap aturan hokum (rule of the law), berfikir kritis, dan kemauanuntuk mendengar, bernegosiasi,dan berkompromi.(sapriya,2004;13).
            Berkenaan dengan kecerdasan moral (moral intelligence)yang hendak dibangun melalui pendidikan kewarganegaraan, menurut pendapat michelle borba (2001;8) meliputi ; empati, kesadaran, pengendalian diri, respek, kebaikan,toleran, dan kejujuran. Selanjutnya ditegaskan membangun kecerdasan moral tersebut berlangsung secara setahap demi setahap, artinya proses tersebut tidaklah berjalan dengan mudah melaikan dihadapkan banyak kendala dan tantangan.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Demikian uraian dan pemamparan tentang hubungan civics dengan pendidikan kewarganegaraan serta ilmu politik. sebagai intisari  pembahasan kiranya perlu di sampaikan kembalik bahwa civics berhubungan erat dengan ilmu politik, tidak semata-mata dalam konteks peristilahan civics dan politik, melainkan adanya keterkaitan dalam hal asspek-aspek yang dikaji antara civics dengan  ilmu politik. dalam konteks ini civics ssebagai ilmu, ia merupakan sub displin ilmu politik yang hekekatnya membahas tentang hak dan kewajiban sebagai warga Negara.
Sementara itu, hubungan civics dengan PKN disamping dapat ditelaah dari proses pertumbuhan civics yang diperluas menjadi PKN, juga dapat ditelaah dari objek kajiannya yakni warga Negara serta tujuan yang hendak dicapai berkenaan dengan warga Negara yang baik (to bee good citizenship).
B.     Saran
Setelah membaca makalah kami, diharapkan mahasiswa mampu memahami isi makalah tersebut, dan mampu untuk mengetahui masalah-masalah apa saja yang di timbulkan serta mampu untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA


Budiardjo, Miriam. (2004). Dasar-dasar ilmu politik.Jakarta : Gramedia pustaka utama
Alfian.(1991).pancasila sebagai ideology dalam kehidupan politik. Jakarta :BP-7 pusat.
Isjwara.F.().pengantar ilmu politik.universitas padjadjaran: Binacipta
Wuryan,S& Syaifullah.(2006).ilmu kewarganegaraan (CIVICS).Bandung : UPI