TEORI ASAL MULA NEGARA
Asal mula terjadinya negara dilihat
berdasarkan pendekatan teoretis ada beberapa macam, yaitusebagai berikut:
Ø Teori
Ketuhanan, Menurut teori ini negara terbentuk atas kehendak Tuhan.
Ø Teori
Perjanjian, Teori ini berpendapat, bahwa negara terbentuk karena antara
sekelompokmanusia yang tadinya masing-masing hidup sendiri-sendiri, diadakan
suatu perjanjian untukmengadakan suatu organisasi yang dapat menyelenggarakan
kehidupan bersama.
Ø Teori
Kekuasaan, Kekuasaan adalah ciptaan mereka-mereka yang paling kuat dan berkuasa.
Ø Teori
Kedaulatan, Setelah asal usul negara itu jelas maka orang-orang tertentu
didaulat menjadipenguasa (pemerintah). Teori kedaulatan ini meliputi: Teori
Kedaulatan Tuhan, Menurut teori ini kekuasaan tertinggi dalam negara itu adalah
berasaldari Tuhan. Teori Kedaulatan Hukum, Menurut teori ini bahwa hukum adalah
pernyataan penilaian yang terbitdari kesadaran hukum manusia dan bahwa hukum
merupakan sumber kedaulatan. Teori Kedaulatan Rakyat, Teori ini berpendapat
bahwa rakyatlah yang berdaulat dan mewakilikekuasaannya kepada suatu badan,
yaitu pemerintah. Teori Kedaulatan Negara, Teori ini berpendapat bahwa negara
merupakan sumber kedaulatandalam negara. Kemudian, teori asal mula terjadinya
negara, juga dapat dilihat berdasarkan prosespertumbuhannya yang dibedakan
menjadi dua, yaitu terjadinya negara secara primer dan teoriterjadinya negara
secara sekunder.
Kapankah
timbulnya negara (pemikiran tentang negara dan hukum) ? adanya pemikiran tentang negara dan hukum tidaklah bersamaan
dengan adanya negara, negara adanya mendahului, jadi tegasnya adanya pemikiran
tentang negara dan hukum idaklah setua umur dari mula adanya negara. Jauh
sebelum adanya pemikiran tentang negara dan hukum, negara telah ada, kita ingat
misalnya adanya negara-negara : Babylonia, Mesir dan Assyria. Negara-negara ini
adanya sekitar abad ke XVIII sebelum Masehi, dengan sistem pemerintahannya yang
sangat absolut.
Tetapi disamping itu pada zaman
bangunnya peradaban manusia ada juga raja-raja yang memerintah dengan baik
hati, yaitu dengan memberikan undang-undang yang menjamin hak-hak dari pada
warga negaranya. Raja yang berbuat demikian kiranya adalah raja dari Babylonia
yang bernama Chammurabi yang memerintah sekitar tahun 1800 SM yang terkenal
mempersatukan negaranya yang semula terpecah-belah. Jika diatas dikatakan bahwa
adanya pemikiran tentang negara dan hukum itu tidaklah setua dari pada adanya
negara itu sendiri, lalu apakah kiranya yang menyebabkan keadaan itu demikian?
Keadaan demikian ini dapat dijelaskan bahwa pada jaman purba (kuno) raja-raja
itu memerintah dengan sewenang-wenang karena kekuasaannya absolut, orang tidak
sempat mempersoalkan tentang negara, mengapa orang-orang yang tertentu itu
berkuasa, sedangkan orang-orang lainnya tunduk, apa dasar kekuasaan penguasa
itu dan lain sebagainya. Ketidaksempatan itu tegasnya bahwa pada waktu itu
orang tidak mempunyai kebebasan untuk mengeluarkan pikiran dan pendapatnya
secara bebas.
Jika
pemikiran tentang negara dan hukum itu tidak mendahului ataupun bersamaan
dengan adanya negara atau pembentukan dan pertumbuhan peradaban, karena
merupakan gejala sosial (gejala kemasyarakatan) yang menampakkan diri setelah
berabad-abad lamanya setelah negara atau peradaban itu ada, maka pemikiran
tentang negara dan hukum itu baru akan kita jumpa ditempat (di negara), dimana
sistem ketatanegaraanya memberikan kemungkinan kepada para warganegaranya untuk
secara bebas mengeluarkan pikiran dan pendapatnya, secara kritis. Keadaan itu,
menurut sejarah kenegaraan, terjadi mula-mula pada bangsa yunani kuno dalam
abad ke ke V SM yaitu di Athena. Jadi bangsa yunani kuno-lah yang pertama-tama
memulai mengadakan pemikiran tentang negara dan hukum, dan kebebasan berpikir
dan mengeluarkan pendapat secara kritis dan jujur dimulai pada bangsa Yunani
kuno. Kalau demikian apakah kiranya yang menyebabkan adanya keadaan demikian
itu ?banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya,yaitu:
1.
Adanya sifat agama yang
tidak mengenal ajaran Tuhan yang ditetapkan sebaga kaidah (kanon).
2. Keadaan
geografi negara tersebut yang menjuruskan kepada perdagangan dan perantauan
sehingga bangsa Yunani sempat bertemu dan bertukar pikiran dengan bangsa-bangsa
lain.
3. Bentuk
negaranya, yaitu Republik-Demokrasi, sehingga rakyat memerintah sedikit dengan
tanggung-jawab sendiri.
4. Kesadaran
bangsa Yunani sebagai satu kesatuan.
5.
Semuanya itu (nomor 1
sampai dengan 4) menjadikan orang-orang bangsa Yunani sebagai orang-orang ahli
pikir dan bernegara.
Jadi, dengan demikian berpikir
secara filosofis dan kritis sudah dimulai pada jaman Yunani kuno, yaitu di
Milite salah satu kota di Yunani. Tetapi pada waktu itu yang berkembang adalah
filsafat Barat, dan perhatiannya pada mulanya dtujukan semata-mata kepada
kosmos, pada bentuk dan susunan alam semesta. Sedangkan sekarang perhatian itu
ditujukan pada masyarakat manusia dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
itu. Justru Socrates selalu mencari
ukuran-ukuran obyektif tentang baik dan buruk, indah dan jelek, hukum dan tidak
hukum dan sebagainya. Ini semua akan dapat diketemukan, oleh karena suksma dan
jiwa manusia merupakan bagian dari pada alam semesta.
Jaman
Yunani Kuno
Dengan sekedar uraian
diatas sampailah kita pada pembicaraan mengena salah satu pokok pembicaraan
kita, yaittu asal mula negara, maksudnya dengan cara bagaimanakah sesuatu yang
disebut negara itu terbentuk, atau terjadi. Pemikiran ini telah dimulai juga
sejak jaman yunani kuno. Sarjana pertama yang mengarahkan pemikirannya ke arah
itu adalah :
1. Socrates. Meninggal
pada tahun
Menurut Socrates negara bukanlah semata-mata
merupakan suatu keharusan yang bersifat obyektif, yang asal mulanya berpangkal
pada pekerti manusia. Sedangkan tugas negara adalah menciptakan hukum, yang
harus dilakukan oleh para pemimpin, atau para penguasa yang dipilih secara
saksama oleh rakyat. Disinilah tersimpul pikiran Demokratis dari pada Socrates.
Ia selalu menolak dan menentang keras apa yang dianggapnya bertentangan dengan
ajarannya yaitu mentaati undang-undang. Socrates meninggal, karena dipaksa
(dihukum) minum racun, sebab dianggap merusak alam pikiran dengan kepandaiannya
yang telah ada waktu itu, dengan tidak meninggalkan apa-apa, baik
tulisan-tulisan yang telah dibukukan ataupun yang masih berupa tulisan tangan.
Bahwa seorang Socrates hidup terus
dalam alam pemikiran tentang negara dan hukum adalah terutama berkat muridnya
yang termasyur yaitu plato. Karena plato didalam buku-buku karangannya
memberikan tempat utama bagi gurunya yaitu Socrates. Dalam banyak hal buku
plato bersifat tanya-jawab, sedangkan jawaban-jawaban itu d utarakan menurut
ajaran gurunya, Socrates.
Maka dengan demikianlah sampalah
kita sekarang pada ahli pemikir besar tentang negara dan hukum, yang dihasilkan
oleh sejarah kenegaraan dari bangsa Yunani kuno.
Bentuk negara Yunani kuno masih
merupakan suatu polis. Terjadinya itu mula-mula hanya merupakan benteng
disebuah bukit, yang makin lama makin diperkuat. Kemudian orang-orang lain yang
juga ingin hidup dengan aman, ikut menggabungkan diri, bertempat tinggal di
sekeliling benteng itu dapat semakin meluas. Kelompok inilah yang kemudian
dinamakan polis. Jadi negara pada waktu itu tidaklah lebih dari pada suatu kota
saja. Organisasi yang mengatur hubungan antara orang-orang yang ada di dalam
polis itu, tidak hanya mempersoalkan organisasinya saja, tetapi juga tentang
kepribadian orang-orang disekitarnya. Maka dalam keadaan yang demikan ini
sebetulnya tidak ada kepribadian dari pada orang-orang yang ada di dalam polis
itu, karena didalam segala hal selalu dicampuri organisasi yang mengatur polis.
Oleh karena itu polis dianggap identik dengan negara (organisasi) yang masih
berbentuk polis itu.
Dengan demikian maka dapatlah kita
mengerti sekarang mengapa pada jaman Yunani kuno itu dapat di laksanakan suatu
sistem pemerintahan negara yang bersifat demokratis, yaitu:
1. Negara
Yunani pada waktu itu masih kecil, masih merupakan apa yang disebut Polis atau
City State, negara Kota.
2. Persoalan
di dalam negara dahulu itu tidaklah seruwet dan berbelit-belit seperti sekarang
ini, lagi pula jumlah warga negaranya masih sedikit.
3. Setiap
warganegara (kecuali yang masih bayi, sakit ingatan dan budak-budak belian)
adalah negara minded, dan selalu memikirkan tentang penguasa negara , cara
memerintah dan sebagainya.
Kalau diatas telah beberapa kali
dikatakan bahwa pada jaman Yunani kuno itu sudah dilaksanakan sistem
pemerintahan demokrasi, itu yang dimaksud adalah demokrasi kuno, atau demokrasi
langsung, artinya bahwa setiap orang warga negara itu dapat ikut secara
langsung memerintah, atau ikut secara langsung menentukan kebijaksanaan pemerintahan
negara. Dengan keadaan demikian inilah bangsa Yunani di dalam sejarah pemikiran
tentang negara dan hukum menghasilkan ahli-ahli pemikir besarnya.
2. Plato ( 429 SM – 347 SM)Pencetus
ajaran idealisme. Menurutnya tujuan Negara adalah mengetahui, mencapai atau
mengenalide yang sesungguhnya, sedang yang dapat mengetahui atau mencapai ide
adalah ahli filsafat saja.Maka pemerintahan seaiknya dipegang oleh ahli
filsafat.
3. Aristoteles (348 SM – 322
SM)Pencetus ajaran realisme. Menurutnya Negara merupakan suatu kesatuan yang
tujuannya mencapaikebaikan yang tertinggi.
4. Epicurus (342 SM – 271
SM)Pencetus ajaran individualisme. Menurutnya Negara adalah hasil daipada
perbuatan manusia yangdiciptakan untuk menyelenggarakan kepentingan angota –
angotanya.
TEORI
TUJUAN NEGARA
Pentingnya
pembicaraan tentang tujuan negara ini terutama berhubungan dengan bentuk
negara, organ-organ negara atau badan-badan negara yang harus diadakan, fungsi
dan tugas dari pada organ-organ tersebut, serta hubungannya antara organ yang
satu dengan yang lain yang selalu harus disesuaikan dengan tujuan negara.
Lagi pula dengan mengetahui tujuan
negara itu, kita dapat menjawab soal legitimasi kekuasaan, yaitu kekuasaan dari
pada organisasi negara, juga dapat mengetahui sifat dari pada organisasi
negara. Karena semuanya itu harus sesuai dengan tujuan negara. Padahal tentang
tujuan negara ini ada banyak sekali yang di ajukan atau diajarkan oleh para
sarjana, terutama oleh para ahli pemikir tentang negara dan hukum. Maka sebagai
akibatnya juga terdapat bermacam-macam pendapat tentang soal-soal kenegaraan
seperti telah dikemukakan diatas.
Maka dari itu sekali lagi
perhatikanlah ajaran tentang tujuan negara dari pada masing-masing sarjana yang
telah di bicarakan di muka pada waktu kita membicarakan ajaran tentang negara
dan hukum dari pada sarjana tersebut. Juga perhatian itu tunjukkanlah kepada
ajaraan-ajaran dari sarjana-sarjana yang kita bicarakan berikutnya nanti.
Tetapi disamping itu kita harus
ingat bahwa sebenarnya mengenai masalah tujuan negara ini tidak ada seorang
sarjana ahli pemikir tentang negara dan hukum pun yang dapat merumuskan dengan
tepat dalam satu rumusan, yang meliputi semua unsur. Jadi mereka itu sebenarnya
hanya dapat mengadakan suatu penyebutan atau perumusan yang sifatnya
samar-samar dan umum.
Sebab tujuan negara itu dalam banyak
hal tergantung pada tempat, keadaan, waktu, serta sifat dari pada kekuasaan
penguasa. Karena mungkin apa yang dalam waktu 100 atau 200 tahun yang lalu
tidak menjasi tugas negara, dalam jaman
sekarang ini menjadi tugas negara yang amat penting, misalnya soal ekonomi.
Dalam beberapa abad yang lalu soal ini tidak menjadi tugas negara. Ingat akan
azas ekonomi pada jaman liberal : laissez faire, laissez aller. Tetapi pada
waktu sekarang soal ini menjadi tugas negara yang amat penting.
Juga mengenai soal pendidikan, dulu
soal ini menjadi tugas dari masing-masing orang semata-mata. Tetapi sekarang
tugas ini adalah menjadi tugas pokok dari pada negara, disamping tugas
masing-masing orang itu sendiri.
Jadi kalau kita melihat
contoh-contoh diatas, kita lalu menghadapi kesukaran untuk dapat menegaskan apa
yang menjadi tujuan negara, yang dapat berlaku untuk setiap tempat, waktu dan
keadaan. Maka dari itu kalau kita akan merumuskan secara samar-samar dan umum,
dan yang mungkin dapat meliputi semua unsur dari pada tujuan negara ialah, bahwa tujuan negara itu adalah
menyelenggarakan kesejahteraan dan kebahagiaan rakyatnya, atau menyelenggarakan
masyarakat adil dan makmur.
Ada beberapa pendapat
mengenai pengertian negara seperti dikemukakan oleh Aristoteles,Agustinus,
Machiavelli dan Rousseau. Sifat khusus daripada suatu negara ada tiga, yaitu
sebagai berikut:
1. Memaksa,
Sifat memaksa perlu dimiliki oleh suatu negara, supaya peraturan
perundang-undangan ditaati sehingga penertiban dalam masyarakat dapat dicapai,
serta timbulnya anarkhi bisa dicegah. Sarana yang digunakan untuk itu adalah
polisi, tentara. Unsur paksa ini dapat dilihat pada ketentuan tentang pajak, di
mana setiap warga negara harus membayar pajak dan bagi yang melanggarnya atau
tidak melakukan kewajiban tersebut dapat dikenakan denda atau disita miliknya.
2. Monopoli,
Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama darimasyarakat.
Negara berhak melarang suatu aliran kepercayaan atau aliran politik tertentu
hidup dandisebarluaskan karena dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat.
3. Mencakup
semua, Semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang
tanpa,kecuali untuk mendukung usaha negara dalam mencapai masyarakat yang
dicita-citakan. Misalnya,keharusan membayar pajak.Hal yang dimaksud unsur-unsur
negara adalah bagian-bagian yang menjadikan negara itu ada. Unsur-unsur negara
terdiri dari: Wilayah, yaitu batas wilayah di mana kekuasan itu berlaku.
TEORI FUNGSI NEGARA
Tujuan
negara (staatswill) menunjukkan apa yang ideal hendak dicapai oleh negara itu,
sedangkan fungsi negara adalah pelaksanaan tujuan ideal itudalam kenyataan
konkret. Sementara itu, tugas adalah pelaksanaan lebih lanjut dari
fungsi-fungsi. Secara terminologis, tugas dapat disamakan dengan fungsi
(function). Jadi, secara umum boleh disifatkan bahwa fungsi itu adalah
pelaksanaan lebih lanjut dari tujuan.
Dalam
sejarah penataan fungsi-fungsi kenegaraan telah muncul banyak gagasan tentang
perlunya pemilihan fungsi-fungsi negara secara tegas maupun tidak tegas.
Gagasan yang paling sering jadi acuan dikenal dengan nama Trias Politica yang
digagas oleh Montesquieu.
Inti
dari Trias Politica ini adalah adanya pemisahan kekuasaan berdasarkan
fungsi-fungsi utama negara, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudisial.
Eksekutif
berfungsi menjalankan kekuasaan pemerintahan. Legislatif berfungsi membuat
ketentuan hukum untuk menjalankan kekuasaan. Judicial power berfungsi mengadili
pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang telah di buat. Ajaran tentang
pemisahan fungsi kekuasaan secara horizontal ini dinamakan separation of
powers, sedangkan pembagian kekuasaan secara vertikal lebih dimaksudkan sebagai
federalisme.
Para
penyusun UUD 1945 (framers of constitution; UUD sebelum perubahan) tidak
menganut doktrin Trias Politica. Para penyusun UUD 1945 memahami bahwa
pemerintahan yang demokratis bila di selenggarakan dengan Trias Politica (dalam
arti separation of powers) seperti di Amerika Serikat atau dalam arti
menggabungkan kekuasaan eksekutif dan legislatif (fusion of powers) seperti di
Inggris. Prof. Soepomo dengan tegas menyatakan bahwa kita menganut sistem
pemerintahan sendiri, bukan sistem presidensil seperti di Amerika Serikat atau
sistem parlementer seperti di Inggris. Menurut Ananda, dengan UUD 1945 sebelum
perubahan, kita menganut ‘sistem sendiri’ dimana presiden mempunyai kekuasaan
yang besar, baik di bidang eksekutif maupun di bidang legislatif, tetapi harus
tunduk kepada MPR. Kebijakan tertinggi digariskan oleh MPR, Lembaga Tertinggi.
Artinya, kita menetapkan fungsi-fungsi negara sesuai dengan kebutuhan
ketatanegaraan dan budaya politik yang kita anut.
Konklusinya
adalah dalam menetapkan fungsi-fungsi dan tugas-tugas, harus mengacu kepada
tujuan negara yang termuat dalam konstitusi. Dari tujuan dasar ini kemudian
ditetapkan fungsi-fungsi, dari fungsi-fungsi ini dijabarkan kedalam
tugas-tugas; dari tugas-tugas inilah kemudian dibentuk organ-organ (lembaga)
pelaksanaannya. Dengan demikian, lembaga-lembaga negara dan pemerintahan
sehari-hari dapat di-setting sesuai dengan tujuan dasar negara.
Dalam
teori organisasi, target utamanya adalah efektif, efisien, dan berkeadilan
pelaksanaan satu fungsi atau satu tugas tidak selalu harus di tempatkan pada
hanya satu organ kelembagaan saja. Kajian detail tentang tugas-tugas
pemerintahan yang mengacu pada satu fungsi tertentu perlu di lakukan agar
penataan organisasi lembaga-lembaga negara dapat berjalan dengan pemenuhan
tujuan dasar negara secara efisien dan tidak tumpang tindih.
Kalau
teori fungsi negara di kaitkan dengan tujuan negara Republik Indonesia maka
akan dapat kita peroleh klasifikasi tujuan yang menentukan fungsi-fungsi.
Adapun tujuan-tujuan negara itu dapat di klasifikasikan secara mendasar kedalam
dua tujuan, yaitu:
1. Tujuan
duniawi
2. Tujuan
ukhrowi
Untuk
tujuan ukhrowi (keakhiratan eskatologis), tujuan hakiki negara Republik
Indonesia adalah mencapai ketuhanan (lihat penjelasan selengkapnya pada teori
tujuan negara). Relevansinya adalah bahwa negara harus membuat fungsi khusus
dan jabaran tugas-tugas untuk merealisasi tujuan negara ‘mencapai ketuhanan’
ini. Fungsi ini kiranya belum di konkretkan sejajar dengan fungsi-fungsi umum
yang ada dalam sejarah kelembagaan negara di eropa barat. Disamping fungsi
eksekutif, legislatif, dan judicial, semestinya ada semacam lembaga yang
berfungsi mengingatkan adanya tujuan eskatologis yang abadi bagi “kehidupan
sesungguhnya” umat manusia. Lembaga ini berfungsi semacam lembaga fatwa yang
dapat mengintroduksi kehidupan warga negara dalam nilai-nilai ketuhanan yang
mereka anut.
yang
dimaksud fungsi negara adalah tugas daripada organisasi negara untuk di mana
negara itu diadakan. Mengenai fungsi negara ini ada bermacam-macam pendapat, seperti
Montesquieu, VanVallenhoven, dan Goodnow. Negara terlepas dari ideologinya itu
menyelenggarakan beberapa minimum fungsi yang mutlak perlu, yaitu sebagai
berikut:
1. Melaksanakan
penertiban Negara dalam mencapai tujuan bersama dan untuk mencegah
bentrokan-bentrokan dalammasyarakat harus melaksanakan penertiban. Jadi, dalam
hal ini negara bertindak sebagai stabilitator.
2. Mengusahakan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.Setiap negara selalu berusaha untuk
mempertinggi kehidupan rakyatnya dan mengusahakan supaya kemakmuran dapat
dinikmati oleh masyarakatnya secara adil dan merata.
3. Pertahanan-pertahanan
negara merupakan soal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu
negara.Untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar diperlukan pertahanan maka
dari itu negara perludilengkapi dengan alat-alat pertahanan.
4. Menegakkan
keadilan Keadilan bukanlah suatu status melainkan merupakan suatu proses.
Keadilan dilaksanakan melalui badan-badan pengadilan.
Untuk
kasus Indonesia, atas dasar tujuan hakiki yang ada, maka dirumuskan
fungsi-fungsi kenegaraan sebagai berikut :
1. Fungsi
eksekutif dijalankan oleh lembaga Kepresidenan.
2. Fungsi
legislatif dijalankan oleh MPR yang terdiri dari lembaga DPR, dan lembaga DPD.
3. Fungsi
judicial (yudikatif) dijalankan oleh Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung,
serta Komisi Yudisial yang berupa menjaga keluhuran martabat dan perilaku hakim
dalam menegakkan keadilan.
4. Fungsi
Eksaminatif untuk keuangan negara dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK).
5. Fungsi
pemeliharaan stabilitas moneter di jalankan oleh Bank Sentral independen (dalam
hal ini Bank Indonesia).
6. Fungsi
kekuatan pertahanan negara di jalankan oleh Tentara Nasional Indonesia.
7. Fingsi
kekuatan keamanan negara di jalankan oleh Kepolisian Republik Indonesia.
8. Fungsi
penuntutan publik di jalankan oleh Kejaksaan Agung.
9. Fungsi
penegakan dan pengkajian hak asasi manusia di laksanakan oleh komisi nasional
hak asasi manusia (komnas HAM).
10. Fungsi
pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi nasional dalam penyelesaian kejahatan
HAM berat dimasa lalu dilakukan oleh KKR (komisi kebenaran dan rekonsiliasi)
11. Fungsi
penyelenggaraan pemilihan umum nasional dilakukan oleh komisi pemilihan umum
12. Fungsi-fungsi
lain yang merupakan turunan dari fungsi eksekutif dan legislatif yang tidak
disebutkan langsung oleh konstitusi.
Demikianlah
fungsi-fungsi dan lembaga-lembaga yang ada dalam konstitusi negara RI.
Fungsi-fungsi kelembagaan lainnya (no.12) yang tidak disebutkan oleh konstitusi
demikian banyaknya tidak dibahas secara detail disini. Fungsi penjagaan
pertahanan pangan yang dijalankan (badan urusan logistik) disini juga merupakan
fungsi yang penting, demikian pula dengan keberadaan BUMN-BUMN yang penting
bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak juga merupakan pelaksanaan
fungsi “demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” (fungsi ekonomi dan kesejahteraan
sosial).